Friday, November 8, 2013

Bank Bermasalah dan Penanganannya



1.   Prinsip Kehati-hatian dan Tingkat Kesehatan Bank
Penyehatan bank berawal dari peluang Paket Oktober (pakto) 1988 yang tidak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia yang memadai, sehingga timbul keterpurukan kondisi perbankan, yang disebabkan:
-       Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan;
-       Tingginya tingkat suku bunga simpanan untuk menarik dana masyarakat yang kehilangan kepercayaan;
-       Tingginya bunga berimbas kepada  ketidakmampuan debitur penerima kredit;
-       Perbankan nasional memiliki pinjaman internasional yang tinggi; dan
-       Bank tidak dapat menjalankan fungsi intermediasi.
Setelah adanya kegagalan Pakto, muncullah Paket februari (Paktri) 1991 yang mengatur syarat bahwa modal sendiri suatu bank harus sebesar 8 % dari seluruh aset. Ketentuan yang lazim disebut CAR (capital adequacy ratio  atau perbandingan antara modal sendiri dengan aset) sebesar 8 % mengharuskan bank-bank memperkuat modalnya sendiri. Ketika itu disebut-sebut bahwa banyak bank yang CAR-nya hanya sekitar 5 % saja. Kemudian Paktri tersebut dinilai kelewat "menekan" dunia perbankan. Untuk mengimbanginya, dikeluarkanlah Paket Mei (Pakmei) 1993 yang intinya melonggarkan aturan soal CAR (capital adequacy ratio) sebesar 8%. Antara lain, bank boleh memasukkan seluruh laba tahun sebelumnya dalam komponen modal sendiri. Aturan sebelumnya, hanya 8% saja dari laba tahun lalu yang boleh dimasukkan dalam komponen modal sendiri. Kemudian muncullah Pengumuman Pemerintah 1 november 1997, pengumuman tersebut merupakan puncak tragedi di sektor perbankan. Likuidasi serempak terhadap 16 bank telah menjawab rumor yang sejak lama beredar di Jakarta. Sejumlah bank lain akan melakukan merger.[1]
Terdapat empat kewenangan yang dimiliki Bank Indonesia sebagai bank sentral yang berwenang dari semua bank yang ada di indonesia yaitu : terdapat kewenangan Power To License adalah kewenangan memberikan ijin ; kewenangan Power To Regulated adalah kewenangan untuk mengatur ; kewenangan Power To Control adalah kewenangan untuk mengendalikan atau mengawasi. Kewenangan ini terdapat didalam pasal 34 UU 3/2004 ; kewenangan terakhir adalah kewenangan Power To Impose Sanction adalah kewenangan untuk mengenakan sanksi.
Pengertian kesehatan bank adalah  Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Banyak kegiatan operasional yang dilakukan oleh bank untuk memenuhi tingkat kesehatan bank yaitu : Kemampuan menghimpun dana, Kemampuan mengelola dana, Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain, Pemenuhan peraturan yang berlaku.
Ukuran tingkat kesehatan bank di Indonesia adalah mengukur dengan sistem Camel (Capital,Asset,Management, Earning, Likuidity) plus. Pengertian adari sistem Camel tersebut adalah sistem yang menilai keadaan keuangan bank juga menilai keadaan atau unsur-unsur yang tidak termasuk dalam keadaan keuangan bank faktor plus yaitu kepatuhan terhadap peraturan-peraturan khususnya peraturan di bidang perbankan.
Suatu bank dikatakan bermasalah apabila bank mengalami suatu kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, misalnya saja kondisi usaha bank yang semakin memburuk dengan ditandainya menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan lain sebagainya, hal tersebut karena kurangnya pelaksanaan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Bank yang bermasalah dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1.   Bank yang bermasalah secara struktural, yaitu bank yang mengalami kondisi yang sangat parah dan setiap saat dapat terancam keberlangsungannya. Karakteristik bank yang masuk ke dalam kategori ini antara lain kualitas aktiva produktif tidak sehat, mengalami rugi cukup besar serta likuidasi yang buruk. Keadaan yang seperti ini biasanya disebabkan pemilik banyak ikut campur tangan dalam pengelolaan manajemen yang dapat dilihat dari besarnya kredit yang diberikan kepada grup atau kelompok pemilik.
2.   Bank yang bermasalah secara non-struktural, yang masuk ke dalam kategori ini biasanya dengan karakteristik pemilik tidak begitu banyak ikut campur dalam pengelolaan manajemen dan menyadari kesalahannya. Dan walaupun bank dalam kondisi rentabilitas cenderung memburuk, namum modal bank masih mencukupi penyediaan modal minimum. Kategori bank seperti ini memiliki tingkat kesehatan yang kurang atau tidak sehat.[2]
Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang diubah menetapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan terhadap bank bermasalah agar tidak terjadi pencabutan izin usaha dan / atau tindakan liquidas. Hal ini dilakukan dalam rangka mempertahankan atau menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank bersangkutan. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh bank Indonesia untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang dihadapi suatu bank yaitu :
a)  Pemegang saham menambah modal ;
b)  Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank ;
c)  Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet , dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d)  Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain ;
e)  Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f)   Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain ;
g)  Bank menjual sebagian/seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank/pihak lain. [3]
Dari penggolongan bank bermasalah seperti yang telah dijelaskan seperti di atas, maka dapat dilakukan proses penyehatan bank bermasalah yang dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia selaku Bank utama di Indonesia. Dalam melaksanakan penyehatan bank bermasalah dibentuk suatu badan khusus yanng bersifat sementara, badan khusus tersebut memiliki wewenang seperti yang telah dijelaskan di dalam Undang-undang No.10 tahun 1998, yaitu antara lain:
-       Mengambil alih dan menjalankan semua hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenanng Rapat Umum Pemegang Saham;
-       Mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang direksi dan komisaris bank;
-       Menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik luar maupun dalam negeri;
-       Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan khusus merugikan bank;
-       Dan lain-lain.[4]
Selanjutnya, apabila usaha-usaha tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi. Dan bila pembubaran bank tidak dapat dilaksanakan secara sukarela, maka dapat dilaksanakan secara paksa.
Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik maupun pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu mengingatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai berikut:
1.   Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2.   Tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.
Tingkat Kesehatan Bank sebagai ukuran pencapaian kinerja bank yang komprehensif merupakan input untuk planning ke depan. Bagi bank, tujuan penilaianTingkat Kesehatan Bank adalah memperoleh gambaran mengenai tingkat kesehatan bank sehingga dapat digunakan sebagai input bagi bank dalam menyusun strategi dan rencana bisnis ke depan serta memperbaiki kelemahan-kelemahan yang berpotensi menganggu kinerja bank. Bagi regulator, penilaian tingkat kesehatan bank menjadi input dalam menyusun strategi dan rencana pengawasan bank yang efektif sehingga bersama-sama dengan bank dapat menciptakan individual bank dan sistem perbankan yang sehat dan berkesinambungan.[5]
Badan khusus yang dimaksud dalam UU No 10 tahun 1998 di atas adalah Badan Penyehatan Bank Nasional (BPPN), yang dibentuk berdasarakan PP RP No.17 tahun 1999 yang sifatnya temporer atau sementara yaitu selama 5 tahun, namun masih bisa diperpanjang lagi bila masih diperlukan. Bila telah lewat 5 tahun pemerintah menilai BPPN telah menyelesaikan tugasnya maka dinyatakan berakhir melalui Kepres dan segala kekayaan BPPN mennjadi milik negara.
Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah yang telah menyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang harus diberikan kepada nasabah penyimpan dana dengan segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Banyak cara upaya dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh bank yang bersangkutan untuk nasabah sebagai penyimpan dana yakni Perlindungan seacar langsung dan Perlindungan secara tidak langsung.
Perbedaan upaya sangat mempengaruhi upaya dan tindakan pencegahan diatas, berikut perbedaan nya jika upaya perlindungan secara langsung : Hak preferen nasabah penyimpan dana dan Lembaga asuransi deposito. Sedangkan upaya perlindungan secara tidak langsung adalah : Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle), Batas Maximum Pemberian Kredit (BMPK), Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, Merger, Konsolidasi, dan Akusisi Bank.[6]
Menurut  ketentuan pasal 2 UU no 10 tahun 1998 dikemukakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini, menunjukan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Tujuan dari prinsip kehati-hatian adalah bank dapat berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan / peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan asas itikad baik.
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998. [7]
Merger adalah proses difusi dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut.
Merger terbagi menjadi tiga, yaitu: Merger Horizontal adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya merger antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu, yang kedua Merger Vertikal adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan mobil, yang ketiga Merger Konglomerat adalah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan perusahaan elektronik atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan. Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan Badan Usaha dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan. Tujuan Merger antara lain:
1. Diversifikasi untuk pertumbuhan.
2. Diversifikasi menurut pasar atau pelanggan untuk mengimbangi faktor-faktor musiman, untuk menetralisir pasar produk yang menurun, dan sebagainya
3. Perluasan,penyempurnaan,atau komplementasi lini produk
4. Mendapatkan kemampuan riset dan pengembangan yang diperlukan.
5. Penciptaan atau perolehan lini produk baru.
6. Integrasi, sehingga mendapatkan penawaran yang cukup dari bahan-baku atau suku cadang yang kritis.
7. Perluasan pasar, termasuk pasar di luar negeri yang belum dijamah.
8. Memperbaiki manajemen.
9. Memperoleh fasilitas-fasilitas pengolahan atau riset yang baru.
Sedangkan Pengertian dari konsolidasi adalah penggabungan dua bank atau lebih menjadi satu sehingga terbentuk bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut tanpa melikuidasinya terlebih dahulu.  Berbeda halnya dengan pengertian akuisisi, istilah dari akuisisi sendiri berasal dari bahasa Inggris ”acquisition” yang dalam sering disebut juga dengan “take over” .
Yang dimaksud dengan ”acquisition” atau ”take over” tersebut ialah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain (one company taking over controlling interest in another company) . Ungkapan take over sendiri terdiri dari ”friendly take over” (akuisisi bersahabat) atau akuisisi biasa, serta “hostile take over” (akuisisi tidak bersahabat) atau sering diistilahkan sebagai pencaplokan perusahaan.
Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli hak suara dari perusahaan (the firm voting stock) atau dengan kata lain membeli saham dari perusahaan tersebut. Pengertian yang lain adalah Pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian bank. Tindakan pengambilalihan tersebut dapat dilakukan perseorangan/badan hukum baik melalui pembelian saham secara langsung maupun pembelian saham melalui bursa efek, dengan membeli sebagian jumlah saham bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian bank kepada pihak yang mengakuisisi. [8] Berikut adalah tujuan Akuisisi antara lain:
1. Membeli product lines untuk melengkapi product lines dari perusahaan yang akan mengambil alih.
2. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru atau lebih baik pada perusahaan yang menjadi objek pengambilalihan.
3. Memperoleh pasar atau pelanggan baru.
4. Memperoleh hak pemasaran atau hak produksi yang belum dimiliki.
5. Memperoleh kepastian atas pemasokan bahan baku yang kualitasnya baik yang dipasok perusahaan objek akuisisi.
6. Melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai.
7. Mengurangi atau menghambat persaingan.
8. Mempertahankan kontinuitas bisnis.
2. Penanganan Bank Bermasalah
A. Dalam Undang-Undang Perbankan
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 Pasal 37 menjelaskan:
(1)  Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar:
a.   pemegang saham menambah modal;
b.   pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
c.   bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d.   bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e.   bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f.    bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain
g.   bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
 (2) Apabila:
a.   tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b.   menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi
(3) Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37A
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
(2) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan dimaksud.
(3) Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a.   mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b.   mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c.   menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
d.   meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ;
e.   menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum; menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
f.    mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
g.   melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
h.   melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
i.    melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
j.    melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
k.   menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan; m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
l.    melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
(4) Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan undang-undang ini.
(5) Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud. Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8) Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9) Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37 B
(1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
B. Dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan
          Dalam pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor  24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) disebutkan, bahwa tujuan pembentukan LPS adalah untuk menjamin simpanan dana nasabah pada suatu bank. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, LPS dibebani tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan serta melaksanakan penjaminan simpanan. LPS juga mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan, melaksanakan penyelesaian bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak berdampak sistemik.
Disamping fungsi dan tugas yang telah diamanatkan oleh undang-undang, LPS juga mempunyai beberapa wewenang. pertama, menetapkan serta memungut premi penjaminan, kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta. Kedua, mengelola kekayaan dan kewajiban LPS. Ketiga, mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank. Keempat, melakukan rekonsiliasi, verifikasi serta konfirmasi atas data bank. Kelima, menetapkan syarat, tata cara srta ketentuan pembayaran klaim pada nasabah. Keenam, melakukan penyuluhan pada bank dan masyarakat tentang LPS. Ketujuh, menjatuhkan sanksi administrasi.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan dana milik nasabah serta berperan aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dalam rangka menjalankan fungsinya, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilita sistem perbankan, merumuskan sera menetapkan serta melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal baik berdampak sistemik maupun tidak.
Upaya melaksanakan kebijakan atau penanganan bank gagal yang tidak berdampak sistemik akan dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Pertama, upaya penyelamatan bank gagal dapat dilakukan, apabila biaya penyelamatan bank gagal yang dikeluarkan lebih kecil daripada biaya apabila tidak dilakukan upaya penyelamatan terhadap bank gagal tersebut. Kedua, upaya penyelamatan bank gagal tersebut tetap dapat dilaksanakan, apabila bank gagal yang sudah diselamatkan tersebut ke depan mempunyai prospek yang baik atau menguntungkan saat menjadi sehat kembali. Ketiga, adanya pernyataan untuk menyerahkan hak dan wewenang RUPS serta penyerahan kepengurusan bank kepada LPS. Di samping itu, disayaratkan bahwa di kemudian hari tidak akan menuntut LPS apabila upaya penyelamatan terhadap bank tersebut mengalami kagagalan walau sudah dilakukan sesuai prosedur serta peraturan yang ada.
Berkaitan dengan penyerahan hak dan wewenang RUPS kepada LPS, maka setelah RUPS diserahkan , LPS dapat segera melakukan:
1.      Penguasaan, pengelolaan atas aset bank maupun hak serta kewajiban bank
2.      Melakukan upaya penyertaan modal bank sementara
3.      Menjual atau mengalihkan aset bank
4.      Mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain
5.      Melakukan merfer ataupun konsolidasi dengan bank lain
6.      Meninjau ulang, membatalkan serta mengakhiri dan/atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak lainnya.

Seluruh biaya penyelamatan bank yang telah dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. Di samping itu, LPS mempunyai kewajiban untuk menjual seluruh saham bank paling lambat 2 tahun sejak penyerahan dan dapat diperpanjang maksimal dua kali masing-masing 1 tahun. Penjualan saham dapat dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan tetap berpedoman dan mempertimbangkan pula tingkat pengembalian optimal bagi LPS.
LPS juga dimungkinkan untuk tidak melakukan upaya penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik, apabila LPS merasa bahwa upaya penyelamatan terhadap bank gagal merupakan tindakan sia-sia yang berakhir pada ketidak pastian. Oleh karena itu, untuk lebih melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana, maka LPS dapat mengajukan permohonan untuk meminta BI   mencabut izin kegiatan usaha tehadap bank bermasalah tersebut. Jika permohonan LPS tersebut disetujui oleh BI, maka hal ini berarti ada kesanggupan dari pihak LPS untuk segera membayar klaim kepada para nasabah yang dananya disimpan pada bank bermasalah/gagal tersebut.
Upaya penyelesaian dan penanganan bank gagal secara sistemik dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (berikut dengan penyertaan modalnya), atau dapat pula dilakukan dengan tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama dari bank yang mengalami kegagalan. Untuk penyelamatan bank gagal secara sistemik dengan penyertaan modal bank lama dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu pula. Pertama, pemegang saham dari bank lama telah menyetorkan modalnya minimal sebesar 25% dari perkiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk upaya penyelamatan tersebut. Kedua, adanya pernyataan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menyerahkan hak dan wewenagnya, menyerahkan kepengurusan bank, serta tidak adanya tuntutan pada LPS, jika seandainya upaya penyelamatan tersebut tidak berhasil, sepanjang LPS sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan upaya penyelamatan sesuai dengan peraturan yang ada.
Apabila ternyata biaya dari pemegang saham bank lama yang dibutuhkan untuk upaya penyelamatan tersebut masih kurang, maka pihak LPS harus bertanggung jawab atas kekurangan tersebut. Pihak LPS harus menanbah jumlah kekurangan yang menjadi tanggungjawabnya, sepanjang pemegang saham serta pengurus bank nantinya menyerahkan hak, kepemilikan seta kepengurusannya, dan/atau kepentingan lain pada bank lama kepada pihak LPS.
Biaya penyelamatan bank yang sudah dikeluarkan oleh LPS nantinya akan menjadi modal sementara yang dimiliki oleh LPS pada bank tersebut. Skim lain yang dapat dilakukan oleh LPS adalah kewajiban LPS untuk menjual seluruh saham yang dimiliki oleh bank yang telah diselamatkan paling lambat 3 tahun sejak penyerahan. Apabila hal ini belum dapat dilaksanakan, maka kewajiban menjual seluruh saham bank tersebut dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) kali masing-masing 1 tahun.
Upaya penyelamatan bank gagal secara sistemik yang dilakukan dengan tanpa pernyataan modal dari pemegang saham dapat dilakukan sejak LPS mendapatkan upaya penyelamatan. Adapun prosedur yang dapat dilakukan oleh LPS adalah:
a.      Pihak LPS akan mengambil alih hak dan kewenangan yang dimiliki oleh RUPS, baik itu berupa kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan lain dari bank tersebut;
b.      Pemegang saham dan pengurus tidak dapat menuntut LPS, jika upaya penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan bank tersebut sesuai peraturan yang berlaku;
c.      Apabila LPS sudah berhasil mengambil alih hak dan kewenangan RUPS (berupa kepemilikan, kepengurusan dan/ atau kepentingan lain dari bank tersebut), maka LPS dapat menguasai , mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan aset bank, mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain, meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan/atau dapat pula mengubah kontrak dengan yang mengikat bank dengan pihak lain.
Biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan kewajiban LPS untuk menjual seluruh saham bank tanpa penyertaan modal, ketentuannya sama dengan yang ada pada penyelamatan bank gagal secara sistemik yang diikuti dalam penyertaan modal dari pemegang saham tersebut. Di samping itu, LPS diwajibkan untuk menjual semua saham bank dan diberi tempo/jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak penyerahan. Ketentuan mengenai jangka waktu untuk menjual saham bank tersebut masih dapat diperpanjang lagi hingga paling banyak 2 (dua) kali masing-masing selama (satu) tahun.
Penggunaan terhadap hasil penjualan saham bank yang sudah berhasil diselamatkan dilakukan dengan beberapan cara yaitu:
a.      Pada penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik dengan penyertaan modal, dapat dilakukan, yaitu:
1)  Jika ekuitas bank beberapa posisi yang baik/positif ketika dilakukan penyerahan pada LPS atau setelah pemegang saham melakukan penyertaan modal, maka harus dibuatkan terlebih dahulu perjanjian antara LPS dengan pemegang saham bank tersebut.
2)  Jika ekuitas bank negatif pada saat penyerahan bank kepada LPS atau setelah pemegang saham lama melakukan penyertaan modal, maka pemegang saham yang lama tidak memiliki lagi hak atas penjualan saham bank.
b.      Kemudian pada penyelamatan bank gagal secara sistemik tanpa penyertaan modal, maka perlu diperhatikan adalah:
1)  Jika ekuitas bank berada pada posisi positif pada saat penyerahan kepada LPS, maka penggunaan hasil penjualan saham berlaku ketentuan berdasarkan pada upaya penyelamatan bank secara tidak sistematik; dan
2)  Jika ekuitas bank pada posisi negatif pada saat penyerahan kepada LPS, makapemegang saham tidak memiliki hak atas penjualan saham bank tersebut.
Kemudian untuk pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah memamng harus di dahului dengan tahapan pencabutan izin usaha bank  yang bermasalah tersebut. Dalam tahapan ini pihak LPS akan mengumpulkan semua dta simpanan milik nasabah di bank tersebut sejak tanggal pencabutan izin usaha bank dikeluarkan/ diterbitkan. Setelah itu, tahapan berikutnya adalah perlunya dilakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data simpanan nasabah dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh ) hari.
Selanjutnya setelah tahap pencabutan izin bank dan rekonsiliasi serta verifikasi di lakukan, maka tahap berikutnya adalah pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah yang dilakukan oleh LPS. Dalam tahap ini LPS akan membayarkan kembali simpanan dana milik nasabah dalam mata uang rupiah. Proses serta tata cara pengajuan dan pembayaran klaim diumumkan pad 2 (dua ) surat kabar, dan klaim layak di bayar paling lambat 5 ( lima ) ahri kerja sejak veifikasi dimulai. Kemudian jangka weaktu pengajuan klaim adalah 5 ( lima ) tahun sejak izin usaha bank dicabut. Untuk jangka waktu pengajuan klaim ini masih dirasa terlalu lama, mestinya jangka waktunya dibatasi, dan tidak perlu harus sampai lima tahun.


Daftar Pustaka

Gazali, Djoni S. & Rachmadi Usman.2010. Hukum Perbankan. Sinar Grafika:Jakarta.

Hermansyah. 2010. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana: Jakarta.

Usman, Rachmadi. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.


http://www.tempo.co.id/ang/min/02/36/utama3.htm, diakses pada tanggal 15 Februari 2013

http://www.bankirnews.com/ diakses pada tanggal 15 Februari 2013



Pasal 37A Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan


[1] http://www.tempo.co.id/ang/min/02/36/utama3.htm, diakses pada tanggal 15 Februari 2013
[2] Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.2001. Hal 143
[3] Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.2001. Hal 143
[4] Pasal 37A Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
[5] http://www.bankirnews.com/ diakses pada tanggal 15 Februari 2013
[6] Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2010. Hal 146.

1 comment:

  1. Maaf Bank Sahabat Sampoerna Sehat gk admin..?? saya mnabung di 'Bank Sahabat Sampoerna',,trus saldo saya hilang 4 jutaan.ATM sllu didompet saya n pin saya Sendiri yg Tau..Ternyta ada penarikan di Bali,tnpa spngtahuan saya n krtu atm sllu sma saya..


    Pihak Bank mnta saya mlihat vedeo penarikan itu,tapi saya harus bayar 200 ribu..??? Saya sngt kecewa,Masa saya harus bayar 200 rb,malah saya merasa makin dirugikan.uang udh hilang 4 jt n hrus bayar 200rb tp jminan uang balik 4jt gk ada..


    Saya trs mnntut ,keesokannya Bank minta saya buat surat pernytaan Keberatan,n saya diajak brtemu sma atasan Bank..kata Atasan Bank itu,akn panggil saya klw masalah udah selesai...tapi udah lebih 20 hari saya blm dipanggil2.. 😂


    Saya hmpir stres dgn uang 4jt itu,maklumlah saya hnya pedagang kecil jdi uang 4 jt itu sangatlah berarti,itu pun udah setahun saya mngmpulkannya tp hilang cuma2....Sudah lbih 40 hri blm ada ttik terang dr Bank Sahabat Sampoerna..

    Sprti judul diatas Apakah Bank ini sehat.??

    ReplyDelete